Tuesday, July 26, 2011

Expansion -- Pameran Seni Patung & Instalasi

"Melted Voice"









The Fourtain House -- Expansion

The house was built in 1972. Without doors, brick, 
nor even wood. Only soil and grass. 
It's consist of three walls only. Someone told me that the house was formless, but i don't believe on it. 
Formless means it is formed to be less, no it is not less is more. another young girl told me that 
the house have four elements. Water, walls, time, and love. The walls are covered with grass, the floor is filled with water, and the roof is full of LOVE. Lots of trees inside the house, there's a small window on the rear. And the store is green.
The garden is borderless.
The sky is white.
Stay in the moon until the walls covered with grass.
And the floor are fill with water.
The house is not here.

-The Fountain House, Expansion Exhibition @ Galnas, -

kopi, novel, dan senja

Bagi saya, senja itu terlalu sayang untuk dilewati. Banyak cara untuk menikmatinya, mulai dari berbincanng di teras belakang rumah, atau sekedar berdiri di bingkai pintu belakang rumah terus menatap langit yang menjingga--terkadang bahkan bisa hampir memerah--. Perlahan senja menurun, memuai, menghilang, diiringi udara sore hari yang sudah terasa lembab oleh embun.

Aku, termasuk yang sering 'mengata-ngatai' senja. Aku terlanjur suka padanya. Terakhir kali, sudah lama sekali, --ahh, iya aku baru sadar-- sudah lama sekali kusapa senja dalam kata. Dulu, kutemani senja yang tersipu malu menatap dari balik punggungmu. Ia berpihak padamu. Jatuh cintakah padamu? Uh, aku cemburu.

Aku merengut, duduk di kursi kayu teras rumahku, sambil cemburu padamu. Senja sore itu melirik padamu.

Ada sore lainnya, kutemani senja dengan menyelipkan kamu di dalam ribuan halaman kata.

Dan sore nanti, sepertinya akan kutemani senja ngopi. Langitnya cerah. Ceria.


Novel,


Kopi,

Sore Hari,


dan
Hujan...


Kelengkapan romantis untuk senja.


post-it


Ahh,
Apakah kau terlipat di antara lapisan post-it dalam meja kerjaku?

Aku Aku


Aku menatap pada senja, dan warna jingga.
meratap rona, menjelang gulita.
ia duduk di teras rumah, menggamit aku yang terselip di tangannya.
aku pernah ia baca berulang kali,
pada pagi,siang,senja,hingga petang.
aku pernah terselip di sungging senyumnya.
aku pernah bersuara seiring detaknya.
aku menjadi bagian teristimewa dibanding ratusan halaman lainnya.
aku pernah bersanding dengan senja,
beriringan dengan bulan,
tertawa bersama malam.
aku pernah mengenalkan pelangi,
bahkan berhembus dengan angin selatan.
aku aku, yang terselip di halaman 138 paragraf ke-2 baris ke-12.
aku aku, yang terlipat kusut di antara 1000 halaman.
ya, itu aku.

Monday, July 25, 2011

gelisah

Seperti yang orang bilang, mulailah menulis dari sebuah kegelisahan. Dan melanjutkannya dengan kegelisahan-kegelisahan berikutnya. Dan selanjutnya. Dan selanjutnya.