Sunday, September 25, 2011

Belajar

Life is about Learning...

I think that's a great statement. Surely, it is about learning. Since born we'd learned about everything. Start with spelling word, say 'mama', 'ayah'. Learned how to walk, how to speak, write somthing, singing, and et cetra until here, as an adult. When I should learn about manage my time, my routinity, my money of courese, and my feelings. :D

I always interested in somethings new. It's like I wanna know it. First time i like read, since in my high scool suddenly I really like to read. Novel, Magazine, etc. make my life's live. Then I was in collage, when I through my own way and met a little Art Gallery named "Sanggar Embun". First time I came to Sanggar Embun to make a paint of my grandpa. Many things that I got from my first conversation with the owner. Painting not only an art work, but the work of feeling.

When I see them, the owner and his friends, I thought "why an artist oftenly have a long hair & untidy clothes?", "Are those a part of art?" "Or maybe, that's an artist style?". Whatever, but since that day I've falling in love to FINE ART. Eventhough, I failed to be a painter. :D 
Not believe? Keep it till you see how worse my paint! :P

Pertama-tama



My Mobile Phone

 "Mengaji"

"Pembersih & Korek Api - Feb 2007"

"Makan Siang Pak Rebo - Nov 2009"

"Olay - Nov 2009"

 "Bunga"

Sketsa, Pensil Konte, Nov 2011.



Oke, now you can agree with me. I'm not a good painter. Since I knew that I didn't good in painted, I ran to find my other runaway and make my hobby stay on 'like' to Paint not made it. While I tried to get my other runaway, me and my Cliqy went to Galnas/GNI (Galeri Nasional Indonesia) or go around to find a gallery which we never know.

at Bogor Fine Art Gallery

at GNI - for the first time 

My Cliqy at GNI - another time


Historical moment with black and white theme

GNI, The last exhibition that we came "EXPANSION Fine Arts Exhabition"

Kumpulan Karya Seni Rupa & Instalasi

Time by time we learn how to appreciate the artworks in a way that one step smarter. But we found nothing, except feels. A higher apreciating way to the artworks is feels. Then, on my next step learning, i tried to writing. Here's the blog which will become a good place to learn.

The last part of my learning is sewing. I didn't know when I could used sewing machine exactly. Begin with a patchwork, fed with a chips pack, i sewed into a mini-plastic bag. Then I'd interested to made my own dress. Started with a simple-short-easy overall. And now I've made 4 designs for myself.

 My Design Book

 Skirt Design

Dress Design

Designs

 
Desain Kebaya (kiri) & Sketsa Seorang Teman (kanan)
( Semoga si pemilik wajah di sketsa itu nggak ngerasa ge-er karena wajahnya saya pajang :D )


 (Back)


 My 4th Own Design (Long Dress)


My 4th Own Black Dress Design with My Cliqy


Now, I'll continue my learning.

Wednesday, September 21, 2011

Hujan #3

Setiap detik adalah moment
seperti buih yang langsung berpendar ketika sampai
seperti cahaya yang memudar setelah usai
serupa rintik yang sekejap menguap kembali
dan waktu yang tak kan terulang

dari sana kita belajar cinta
mengasihi untuk sesama, tanpa berasa-asa

kita bisa belajar pada kata
banyak darinya yang mampu berdiri sendiri
tapi bersanding membuatnya lebih berarti

manusia-manusia kaca
bercerita pada hujan
melalui nada tanpa rupa
bersenandung dengan iring-iringan cahaya
menari memenuhi ruang-ruang warna

mereka tak bisu kata
hanya memilih diam sebagai bahasa
tak hanya ragu yang menipu
tapi waktu yang purapura tak tahu-menahu

Monday, September 19, 2011

Hujan #2

Hey kamu, Tuan Hujan berkerah senja
Mengapa datang malumalu?
Aku rindu kamu tahu

Senja sembunyi diantara pekat gradiasi
Senja sedang meneduh meski hujan tampak malumalu

Tapi kan kamu tahu
Rinduku sudah sejak bertahun lalu

Friday, September 16, 2011

Hujan #1

 gettyimage

Kamu menyapaku malumalu
bahkan senja menyipit dan tersipu
dedaunan bergoyang kemayu
Ahh, rinduku satusatu

Kamu tak bisa terus begitu
lamalama dan jauhjauh
kita satu raga dalam jingga
biarkan kelabu dan biru tanpa ratu

Aku rindu hujan
baumu yang dingin sendu
kadang seperti bau roti bakar
dan bau jeruk yang kecut
kadang berubah serupa mawar putih dan pagipagi yang sejuk

Hujan Bulan Juni - Sapardi Djoko Damono



tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan Juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu

tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan Juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu

tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan Juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu

Namun pada September ini, bahkan hujan belum turun apalagi menderas.
Semua menyisi menyimpan rindu, beradu.

Sunday, September 11, 2011

If I Didn't

What if...
If I didn't came on that day
If I came late to apply my application
If I didn't choose the 6th seat
If you didn't sit behind me to glanced at me oftenly
If there's no that song
It wouldn't be today

If only I didn't tried to introduced my friend to you
Just at dusk If only you didn't came
We wouldn't looked smiling each other
We wouldn't even talked much at night after

If you didn't like my poets
If we never make mistakes
If we never been angry each other

If only we never greeted each other,
I couldn't starred the back of you,
We wouldn't be here to see the green of field.

You are the remedy for all my doubts
The best that I can get
You are the one I love to talk about
Even when my mood is bad

If I didn’t have you then
What will become of me?
If I had never met you girl
How would my life be?
Would I be the same?
If I’d been loving another name
(If I Didn't - Daniel Sahuleka)

Kamar & Padang Ilalang. September yang baru nyaris gerimis.

Friday, September 09, 2011

Dihargai

Rasanya dihargai itu, seperti merasa kita itu penting untuk dia. Dianggap ada. Dipercaya. Dibutuhkan. Yaaa, merasa dihargai. Untuk semua itu, saya sudah seharusnya bersikap yang sama. Mempercayai, membutuhkan, menghargai, lebih dulu.

Dan saat ini, tiba-tiba saya merasa sebaliknya. Merasa terang sendirian di dalam kamar. Merasa tidak dihargai atas sikap percaya yang sudah saya bangun. Bukan, bukan karena kepercayaannya yang kamu rusak, yang membuat saya kecewa. Tapi lebih pada sikap yang sudah lama saya bangun terhadapnya, kita. Ini mungkin soal sikap. Tapi sikap itu adalah sesuatu yang saya bangun selama ini.

Saya masih di dalam kamar, menatap langit-langit. Melihat sekeliling kamar, saya lapar. Tapi kemudian lapar itu hilang. Seperti warna kuning cat yang memudar dimakan waktu.

Ini bisa jadi juga soal cemburu. Ohh, bukan, bukan soal cemburunya. Tapi esensi dari sikap saya terhadapnya. Saya, orang yang tidak ingin memenuhi hubungan dengan cemburu. Rasanya saya selalu bersikap 'membebaskan' dia untuk memperluas hubungan dengan siapapun. Bahkan seringkali, saya justru menggodanya dengan wanita cantik yang sedang jalan di samping kita. Ya bukan?

Itu karena saya mau dia tahu, bahwa saya menghormatinya dengan sikap mempercayai. Dan untuk itu, wajarkah kalau saya ingin dihargai atas sikap itu? Jadi malam ini, saya yang terlalu jauh atau dia yang cuek dan terbiasa?

"Just fix it, don't think that much.", mungkin itu yang mau dia bilang. Sorry, if I like being insisted on blaming you. Tidak begitu. Saya hanya sedang meminta sedikit waktu dan ruangmu untuk mengeluarkan kecewa melalui kata-kata. Bicara. Itu yang perempuan butuhkan.

Dan terima kasih, so far you respect me in the best way I have ever got. Saya mungkin hanya sedang sedikit kecewa malam ini. Semoga saja kamu mengerti.

Wednesday, September 07, 2011

Sesuatu

Sesuatu.

Yang berlalu, dan sudah lama tak kentara. Sebuah jejak yang pernah saya tapaki. Sebuah langkah yang pernah saya derapi. Dua tahun lalu, ketika subuh tak sebening biasanya dan senja tampak enggan menjingga. Saya tiba-tiba jadi tak suka malam, sementara insomnia masih melekat, dan rutinitas saya padat yang kemudian menyita malam-malam saya untuk selalu terjaga, membuat saya selalu mengingat--bahkan memikirkan--jingga yang sudah saya tak sukai--benci.

Ia sesuatu, hanya sesuatu, bukan Sesuatu. Biasa, tak istimewa.

Saya jadi kehilangan minat untuk menulis, apalagi berpuisi. Tak tertarik pada kata. Huhh~ rasanya malas segala-gala. Jingaa menyapa, saya abaikan saja. Saya lelah. Malas, dan kehilangan minat terhadapnya. Tapi sialnya masih saja menanti jingga menatap saya. Mungkin saya terlihat mengiba, tapi buat saya jingga sudah kelewatan setelah jingganya memudar. Dan saya jengah.

Saya kecewa pada diri sendiri. Mengapa saya pernah serapuh itu. Sahabat saya bilang, "Jingga tak lagi pantas untukmu...". Saya masih bersikukuh waktu itu meskipun sudah membencinya. "Tidak usah mempertahankan sesuatu yang sudah tak mau dipertahankan." lanjutnya. Saya mencerna perlahan kata-kata perempuan baik di sebelah saya. Kali lainnya ia yang baik mengirimiku sms: move on, and step forward!

Saya bersyukur karena sempat melalui malam-malam yang tak membiru (hehe, hanya sedikit mengharu biru), membuat saya belajar banyak hal. Mungkin rasanya sulit hari-hari itu, tapi abrakadabra hanya dengan sekali 'saat itu' saya sudah memperoleh banyak hal, terlalu banyak. Dan saya bersyukur untuk itu, Tuhan.

Dan ketika waktu tak terasa sudah berlalu cepat, saya harus mengalami hal yang hampir sama, ah..tidak, berbeda, hanya sedikit sama. Untuk itu, saya ternyata merasa jauh lebih kuat dari sebelumnya. Saya merasa biasa saja menghadapinya, karena saya pernah mengalami yang 'lebih' dari itu. Tuhan memang selalu lebih tahu, lebih mengerti. Sejauh apa kita mampu bertahan. Seberapa kuat kita untuk bersabar. Tuhan lebih tahu batasan yang kita punya.

Inilah Sesuatu itu.
And I'm here after moved on and stepped forward.
Semoga Tuhan Menyukai Kita.

Gelas










Gelas menggelinding

katakata di dalamnya tumpah
berserakan kemanamana
aku kesulitan mengisinya kembali
kini kan ku isi dengan tawa & semangat
itu kenapa lebih sulit dari sekedar mengisi serapah
 kini gelasku setengah isi
 sisanya menarinari



Kamar. Melihat gelas setengah kosong. Tak menggelinding.